Flores Bukan untuk Geotermal: Dengarkan Suara Rakyat dan Alam

Kamis, 5 Juni 2025 23:58 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Aksi damai
Iklan

Ribuan umat Katolik dari Keuskupan Agung Ende menggelar aksi damai memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada Rabu, 5 Juni 2025.

***

Ende, Indonesiana | Ribuan umat Katolik dari Keuskupan Agung Ende menggelar aksi damai memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada Rabu, 5 Juni 2025. Aksi yang dipusatkan di Kantor DPRD dan Kantor Bupati Ende ini bukan sekadar seremoni, tetapi bentuk penolakan tegas terhadap rencana eksploitasi energi panas bumi (geotermal) di Pulau Flores.

Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan ini terdiri dari para imam, biarawan, biarawati, serta umat dari 29 paroki dan 10 kuasi paroki, Kelompok kategorial, OMK, NGO serta THS/THM. Mereka menilai proyek geotermal berpotensi besar merusak ekosistem Flores yang rentan secara ekologis dan sosial.

Pulau Flores dikenal memiliki kontur pegunungan yang curam dengan ruang pertanian dan pemukiman yang terbatas. Pengeboran panas bumi, menurut peserta aksi, berisiko mengganggu stabilitas tanah dan memperburuk kerentanan masyarakat yang sebagian besar hidup dari pertanian. “Apa jadinya jika tanah yang menopang kehidupan petani rusak?” demikian salah satu pertanyaan yang menggema dalam orasi.

Vikaris Episkopal Ende, RD Edi Dopo, menegaskan bahwa perjuangan menyelamatkan lingkungan tidak cukup dibatasi pada isu sampah semata, tetapi juga harus menyentuh akar kerusakan ekologis yang kerap dipicu oleh keserakahan manusia. “Gereja mendorong bukan hanya aksi, tetapi juga refleksi. Relasi manusia dengan alam semakin timpang karena pembangunan yang tidak berakar pada keadilan ekologis,” ujarnya.

Lebih jauh, Pater Markus Tulu, SVD, menuntut DPRD Ende untuk tidak sekadar menjadi penampung aspirasi, tetapi mengambil sikap tegas. “Kami tidak butuh janji. Kami butuh keberpihakan. DPRD harus menunjukkan sikap yang jelas terhadap proyek geotermal ini,” tegasnya.

Penolakan terhadap geotermal, ditegaskan massa aksi, bukanlah penolakan terhadap energi terbarukan. Mereka menolak pendekatan yang tidak kontekstual dan abai terhadap daya dukung lingkungan. “Flores bukan prioritas untuk proyek geotermal,” kata seorang orator. Sebagai alternatif, massa aksi mendorong pengembangan energi surya, mikrohidro, dan bioenergi—pilihan yang lebih selaras dengan karakter ekologi dan struktur sosial Flores, di mana lebih dari 80 persen penduduknya adalah petani.

Ironisnya, proyek geotermal ini didorong oleh kebijakan pusat melalui SK Menteri ESDM yang menetapkan Flores sebagai "Pulau Geotermal." Kebijakan yang dinilai sentralistik dan minim partisipasi publik ini dikecam karena mengabaikan kajian sosial-ekologis dan suara masyarakat terdampak langsung.

“Pembangunan yang menutup mata terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan adalah bentuk lain dari perusakan yang dilegalkan,” ujar seorang aktivis lingkungan. “Penetapan sepihak tanpa partisipasi rakyat hanya akan melahirkan konflik dan kehancuran jangka panjang.”

Aksi damai ini mengirimkan pesan jelas: Flores bukan lahan kosong untuk dieksploitasi. Ia adalah rumah, sumber hidup, dan warisan ekologis yang harus dilindungi. Suara yang menggema di jalan-jalan Ende hari ini adalah suara nurani yang menolak dilupakan.

“Jangan tunggu sampai bencana datang baru menyesal. Saatnya berpihak: kepada rakyat, kepada bumi, dan kepada kehidupan yang berkelanjutan,” pungkas pernyataan bersama Aliansi.

Oleh : Jhuan Mari

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ende Pancasila

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua